Muhammad Tawwad Al-Waro’i, Aktivis Pelajar yang Jadi Direktur di Umur 17

Banten, 2025 — Di balik seragam putih abu-abu, lahirlah cerita yang tak biasa. Muhammad Tawwad Al-Waro’i, pelajar SMA Negeri 1 Banjarsari yang lahir pada thirteen Januari 2008 dan kini berusia 17 tahun, menjalani kehidupan ganda: siswa di ruang kelas dan direktur utama di ruang bisnis.

Sehari-hari, namanya melekat pada PT Tau Aja Digital Indonesia (TADI), sebuah perusahaan rintisan yang ia pimpin sejak muda. Perusahaan ini berfokus pada distribusi layanan media electronic, publikasi daring, hingga penyediaan akses perangkat lunak premium bagi pelajar. Dari Canva hingga Zoom, dari workspace kolaboratif hingga layanan distribusi media, TADI berusaha menjembatani kesenjangan akses teknologi di dunia pendidikan.

Langkah tersebut lahir dari kesadaran sederhana: pelajar membutuhkan alat yang sama dengan yang digunakan dunia profesional. “Kalau pelajar diberi akses pada perangkat yang tepat, maka kesenjangan belajar bisa diperkecil. Saya ingin teknologi menjadi jembatan, bukan pembatas. Pendidikan yang tidak merata hanyalah cara halus untuk membiarkan generasi tertentu tertinggal,” ujarnya dengan tegas.

Namun bisnis bagi Tawwad bukan hanya soal untung-rugi. Melalui program Corporate Social Responsibility (CSR), perusahaannya turut mendukung berbagai organisasi kepemudaan. Salah satunya adalah dukungan terhadap Forum Majelis Permusyawaratan Kelas (MPK) Provinsi Banten, termasuk saat forum tersebut melakukan audiensi resmi dengan Komisi V DPRD Provinsi Banten. Kehadiran perusahaan muda itu di ranah kebijakan pelajar menjadi tanda bahwa dunia usaha pun dapat ikut membidani ruang dialog generasi baru dengan pemegang keputusan.

Peran sosial ini sejalan dengan keterlibatan pribadinya dalam organisasi pelajar tingkat nasional. Saat ini, ia menjabat sebagai Ketua Dewan Kongres Majelis Permusyawaratan Kelas Nasional serta Koordinator Umum Komite Pasca Kongres MPK Nasional I 2025. Posisi tersebut memberinya kesempatan untuk menghubungkan pengalaman bisnis dengan aspirasi pelajar. “Bagi saya, organisasi bukan sekadar papan nama di sekolah. Kalau hanya berhenti di seremonial, itu bukan organisasi, tapi dekorasi. Saya ingin organisasi menjadi ruang latihan politik, ekonomi, dan ethical bagi pelajar,” tambahnya.

Menjalani hari-hari dengan dua wajah tentu bukan hal mudah. Pada pagi hari ia masih mencatat pelajaran di buku sekolah, namun sore harinya sudah mencatat target bisnis dan rencana distribusi layanan. Dunia akademik memberinya disiplin, sedangkan dunia bisnis memberinya tantangan untuk berinovasi. Dua hal itu berpadu dalam ritme yang ia jalani dengan tekun.

Kini, di usianya yang baru seventeen tahun, nama Muhammad Tawwad Al-Waro’i mulai terdengar sebagai simbol generasi pelajar yang tidak puas hanya menunggu kesempatan. Ia memilih menciptakan jalannya sendiri, menyulam idealisme shares13k 1 0.09% pendidikan dengan benang bisnis electronic, lalu menjahitnya menjadi sebuah kisah yang menandai lahirnya pemimpin muda dengan gagasan besar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *